Senin, 07 September 2009

Tambang Emas Bombana; Berkah Atau Ancaman?

Tambang emas Bombana di temukan pada pertengahan 2009, pada saat itu pula ribuan penambang dari pulau Sulawesi dan luar pulau Sulawesi, seperti Jawa, Kalimantan, dan Papua menyemut di Bombana. Kegiatan tambang rakyat ini dinilai legal setelah Pemerintah kabupaten Bombana mengeluarkan SK Bupati No.10 tahun 2008 tentang kewajiban penambang membayar kartu dulang sebesar Rp 250.000 per orang. Data terakhir menunjukkan, 60 ribu kartu dulang telah dikeluarkan oleh Pemerintah yang artinya lima belas miliar uang telah masuk ke kas Pemerintah Bombana.
***
Seakan merujuk pada kemampuan daerahnya menghasilkan emas, pada saat yang sama, pemerintah kabupaten mengeluarkan 13 izin Kuasa Pertambangan dan dua diantaranya telah beroperasi yakni PT. Panca Logam dan PT Tiram Indonesia. PT Panca Logam mengantongi izin oleh Bupati Bombana untuk mengolah 2100 ha di lahan eks HTI Barito pasifik dan masuk dalam masuk dalam SP (satuan Pemukiman) 8 dan 9. Mereka inilah yang bekerja tumpang tindih dengan pengelolaan tambang rakyat. Pertanyaannya ; apakah semua usaha Pemerintah ini membawa berkah bagi rakyat atau justru bencana? Mari kita telaah aspek-aspek di bawah ini.
Kerusakan Lingkungan yang Parah
Dampak langsung dari kegiatan pertambangan adalah kerusakan ekologis, berupa pengurangai debet air sungai dan tanah. Eksplorasi tambang dimulai dari pembukaan hutan,pengupasan lapisan tanah dan gerusan tanah pada kedalaman tertentu. Saat itu tata air mengalami perubahan dan membuka peluang terjadinya sedimentasi, banjir dan longsor. Di Bombana, sungai dan cabang-cabang sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bagi warga tak lagi memiliki bentuk. Pengelolaan tambang telah merusak bentang sungai, meninggalkan lubang-lubang ’tikus’ dengan kedalaman 5-10 meter. Kekhawatiran terbesar adalah bahwa sebagian besar deposit emas Bombana berada pada jalur sungai dan cabang-cabangnya.
Dampak terbesar kini mulai dirasakan para petani yang sawah-sawahnya memperoleh air dari Sungai Langkowala. Warga di 15 desa (untuk dua kecamatan yakni Lantarijaya dan Rarowatu Utara) menyaksikan berkurangnya air yang mengairi sawah dan tambak mereka. Bagaimana mungkin ini terjadi dalam sekejab? Produksi hasil sawah menurun drastis. Hanya 400 hektar sawah yang kini berproduksi dan 500 hektar lainnya menganggur karena kekeringan dan perginya para petani ke lokasi tambang. Saat air mengalir dengan lancar, rata-rata petani bisa memperoleh 5-6 ton gabah per sekali panen, kini yang terjadi adalah seluruh petani kehilangan 2500 ton gabah dalam panen terakhir ini. Anda akan menyaksikan petani yang berdiri termangu menatap sawah mereka yang berjarak 2 kilomenter dari sungai Langkowala.
Kekhawatiran paling mendasar adalah ; pertambangan emas di Bombana secara bertahap memiskinkan warga. Keuntungan hanya bisa diperoleh pada tahap awal tambang itu dikelola, lalu berubah jadi kerugian menakutkan saat kerusakan alam tak lagi terbendung.
Ancaman lainnya adalah gangguan kesehatan yang berasal dari limbah tailing, menyerupai bubur kental yang berasal dari proses pengerusan bebatuan dan tanah—saat hendak membersihkan emas. Meski dinyatakan terlarang dan secara tegas Pemerintah mengatakan tak ada penggunaan merkuri, tapi bukti menunjukkan zat kimia berbahaya tersebut bercampur dalam ‘bubur’ tanah tersebut. Banyak penelitian menunjukkan, tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah-limbah tersebut terurai melalui sungai ataupun tanah.
Mengacaukan Struktur Sosial dan Budaya
Ini bentuk keburukan tambang lainnya, mengacaukan struktur sosial dan budaya masyarakat. Bila dulunya warga terutama petani memiliki alat produksi berupa tanah dan hak menentukan jenis komoditi pertaniannya, kini harus kehilangan hak bekerja, karena terikat pada kebijakan perusahaan. Begitupun dalam aspek budaya, masuknya berbagai masyarakat dari segala penjuru mengakibatkan terjadinya perubahan budaya lokal dengan sangat cepat, prostitusipun kerap terjadi. Apakah salah bila struktur sosial berubah? Tak salah, namun berbagai ketimpangan sosial akan terjadi bila perubahan terjadi dalam tempo singkat dan warga tak cukup siap mengantisipasinya.Melahirkan Konflik Agraria dan Kriminalitas terhadap Rakyat.
Seperti yang terjadi diberbagai daerah pertambangan, konflik tanah antara pemegang izin usaha pertambangan dan masyarakat kerap terjadi sebagai akibat dari penguasaan kawasan pertambangan yang berada di tanah yang diklaim warga sebagai tanah mereka atau tanah warisan nenek moyang mereka. Begitupun yang terjadi di kawasan pertambangan emas Bombana, konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan tidak dapat terhindarkan. Keberpihakan Negara pun sangat jelas. Satu orang warga telah ditahan dengan tuduhan melanggar UU 41 tentang kehutanan. Namun disisi lain pemerintah justru memberikan izin usaha pertambangan kepada investor di kawasan yang sama. Dampak dari penguasaan sumber daya tambang emas Bombana oleh kaum pemodal, juga telah melahirkan kekerasan terhadap rakyat. Praktek militerisme akan digunakan untuk memperkuat kekuasaan atas sumber daya alam tersebut.
Aspek Hukum dan Kebijakan
Jika melihat dampak yang ditimbulkan dari pertambangan, timbul pertanyaan bagaimana posisi, peran pemerintah maupun investor yang akan mengolah sumber daya alam pertambangan ini? Apakah benar, sumber daya alam bisa dikeruk secara bebas dan dengan tidak bertanggung jawab oleh pihak investor? Mari kita lihat UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau yang dikenal dengan UU Minerba yang baru ini.
Tentang Penguasaan Mineral dan Batu Bara
Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi tiap-tiap komoditas per tahun setiap provinsi. Pemerintah daerah wajib mematuhi ketentuan jumlah yang ditetapkan tersebut. Itu artinya bahwa dalam proses produksi perusahaan tidak secara bebas mengeksploitasi bahan mineral tersebut. Dalam kewenangan ini, pemerintah provinsi berhak untuk menentukan jumlah produksi bahan tambang yang harus diekspolitasi dan pemerintah daerah wajib mematuhi aturan tersebut.
Tentang Kewenangan Pengelolaan
Selain memberikan izin usaha produksi (IUP), pemerintah juga berkewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pasca tambang. Itu artinya bahwa pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap reklamasi lahan pasca tambang. Reklamasi lahan pasca tambang yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Kegiatan pascatambang yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis,dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.Jadi, sangat jelas posisi pemerintah dan perusahaan terhadap keberlanjutan dari ekosistem sebagai konsekuensi dari pengekspolitasian tersebut. Sangat tidak benar, jika pemerintah dan perusahaan mengabaikan kewajibannya terhadap keberlanjutan ekosistem di kawasan pertambangan. Pertanyaannya, apakah Pemerintah telah melakukan pengawasan tersebut?
TentangWilayah Pertambangan
Wilayah pertambangan adalah sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan yang memiliki unsure transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan. Dalam pemberian izin wilayah usaha pertambangan (WUP) haruslah berdasarkan kriteria diantaranya; kaidah konservasi; daya dukung lindungan; dan tingkat kepadatan penduduk.Tentang Izin Usaha Pertambangan
Pemegang izin usaha pertambangan terdiri dari izin usaha pertambangan eksplorasi dan izin usaha operasi produksi. Pemegang izin usaha eksplorasi maupun izin usaha operasi produksi wajib memuat ketentuan diantaranya; rencana umum tata ruang, jaminan kesungguhan, rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah pertambangan, penyelesaian perselisihan, iuran tetap dan iuran eksplorasi, dan amdal. Ditegaskan lagi pada izin usaha operasi produksi wajib memuat ketentuan tentang lingkungan hidup dan reklamasi pasca tambang dan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang dan konservasi.
Tentang Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan
Pemegang izin usaha pertambangan terdiri dari izin usaha pertambangan eksplorasi dan izin usaha operasi produksi. Dalam undang-undang Minerba ini, secara jelas menegaskan tentang kewajiban pemegang izin usaha baik izin usaha eksplorasi maupun izin usaha operasi produksi dalam hal pengelolaan yang berkelanjutan, tidak eksploitatif, tidak merusak bentangan alam dan tataguna air, tidak melakukan pencemaran terhadap lingkungan dan membahayakan manusia dan tidak merugikan masyarakat disekitarnya. Kewajiban yang dimaksud antara lain; menerapkan kaidah pertambangan yang baik (pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang; upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara), meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara, melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dan mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah, wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air dan wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi.
Tentang Pengawasan
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yangdilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan. Pengawasan itu meliputi antara lain: teknis pertambangan; pemasaran;keuangan; pengolahan data mineral dan batubara;konservasi sumber daya mineral dan batubara;keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;keselamatan operasi pertambangan; pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum, pengelolaan IUP (Izin Usaha Pertambangan)atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan khusus); dan jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan. Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak: memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalaha n dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan.
Tentang Sanksi Hukum Pemegang IUP(Izin usaha Pertambangan)
Penghentian sementara atas izin usaha pertambangan dapat dilakukan salah satunya adalah jika kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan di wilayahnya. Apabila Pemerintah Daerah tidak mengenakan sanksi tersebut, maka Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat menghentikan sementara atau mencabut IUP tersebut.Sedang bagi pemegang izin usaha pertambangan yang menyampaikan keterangan palsu atas kewajiban-kewajibannya, akan dikenakan hukuman pidana paling lama sepuluh tahun atau denda sepuluh milyar rupiah. Sedang bagi pemegang izin eksplorasi namun melakukan kegiatan operasi produksi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda sepuluh milyar rupiah. Selain pidana denda dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau pencabutan status hukum.Berdasarkan undang-undang diatas, sesungguhnya menjelaskan bahwa investor tidaklah secara mudah dapat mengelola bahan tambang kita. Ketentuan-ketentuan yang mensyaratan pengelolaan tambang secara adil bagi rakyat dan berkelanjutan merupakan prasyarat bagi investor yang hendak mengelola sumber daya tambang. Pengelolaan yang adil dan berkelanjutan merupakan prasyarat yang harus dijalankan dalam pengelolaan sumber daya tambang kita. Artinya, pengelolaan tersebut tidak eksploitatif, memiliki visi keberlanjutan dan tidak membawa dampak kemiskinan bagi masyarakat disekitarnya. Peran dan posisi pemerintah juga tidaklah semata berada pada posisi peraup keuntungan dari sumber daya alam tersebut, tapi juga menegaskan bahwa pemerintah terlibat dalam pengelolaan pertambangan, mulai dari perencanaan, pengelolaan sampai pada fungsi pengawasan dan dapat dikenakan sanksi apabila fungsi-fungsi tersebut tidak dijalankan sesuai dengan yang tertuang dalam undang-undang tersebut. Pertanyaannya apakah semua ini sudah dijalankan? Dari gambaran pada awal tulisan, telah terindikasi bahwa pengelolaan tambang emas Bombana jauh di bawah prasyarat-prasyarat tersebut. Sehingga yang terjadi adalah tambang hanya menguntungkan pihak pemerintah daerah dan hanya dalam jangka waktu singkat. Karena, jika pengelolaan tambang tetap dilakukan dengan cara eksploitatif, maka kabupaten Bombana kedepan akan di hadapkan pada persoalan; krisis air, krisis pangan, rendahnya kualitas kesehatan bagi masyarakat disekitar kawasan, konflik agraria, hilangnya hak rakyat atas pengelolan sumber daya alam, dan sebagainya. Kedepan, yang akan terjadi adalah Kabupaten Bombana akan menjadi daerah miskin ditengah sumber daya alam yang kaya. Ini karena kejahatan lingkungan telah terjadi.

Oleh : Sus Yanti Kamil

Sumber; www.jatam.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Entri Populer