Jumat, 23 Oktober 2009

Haekal Malu Keluar Sel, Ayahnya Belum Besuk

Beberapa nama beken di Sultra, menjadi penghuni di Rumah Tahanan (Rutan) Punggolaka. Diantaranya Haekal Atikurrahman, putra bupati Bombana Atikurrahman dan Jusuf Ponea (JP). Kondisi mereka ibarat from hero to zero. Apa yang mereka lakukan di Rutan?

Eko Mardiatmo Junus
-------------------------

Sabtu (8/8) dua hari lalu di Rumah Tahanan (Rutan) Punggolaka, suasana terlihat ramai. Deretan motor dan beberapa mobil terlihat parkir di halaman depan. Selain motor dan mobil, beberapa orang berdiri di depan pintu masuk. Pintu yang terbuat dari pelat besi tebal itu berulang kali berderit karena dibuka dan tutup.
Di balik pintu, dari dalam ruangan seorang petugas jaga berdiri mengontrol antrean. Tangannya tak pernah lepas dari pintu. Sekali waktu pintu itu ia buka, tidak lama berselang pintu ditutup kembali.
Suasana di dalam Rutan tersebut ternyata tidak segarang anggapan orang. Paling tidak hari itu, di ruang besuk. Meski pergerakan dibatasi jeruji kokoh dan tinggi di semua penjuru, tapi beberapa tahanan yang mendapat kunjungan dari kerabatnya terlihat bebas bercengkerama di ruang tunggu.
Tapi di dalam ruang tunggu itu, yang ada hanya penghuni kelas teri. Tidak ada Haekal ataupun JP. Ternyata, kata salah seorang petugas di Rutan, orang penting diberi perlakuan khusus. Katanya untuk menghormati mereka, ruang jenguk mereka tidak disatukan dengan penghuni biasa, mereka diberi ruang besuk ’’VIP’’ di salah satu kamar jaga di dalam ruang steril, dekat pintu masuk.
Petugas itu ternyata tidak membual. Tidak lama kemudian empat pria datang membesuk bersamaan. Satu orang diantara mereka yang berpostur tambun dan mengenakan pakaian rapi ala PDH anggota dewan, mengisi buku tamu, sedang yang lain berdiri di belakangnya. Sepertinya mereka datang dalam satu tim, dengan tujuan yang sama.
Dugaan itu tidak salah. Beberapa menit berselang, seorang petugas jaga, terlihat menggiring seorang pria yang pagi itu mengenakan baju tahanan orange, bertuliskan ’’tahanan’’ di bagian belakangnya di padu dengan celana puntung krem. Orang itu adalah Haekal. Melihat Haekal, mereka berempat lalu menyambut dan bersalaman dengan ’’putra mahkota Bombana’’ itu sambil berjalan masuk ke dalam ruang besuk ’’VIP’’.
Tak ada yang berubah dari sosok anggota dewan terpilih kabupaten Bombana itu, sejak dirinya digiring ke Rutan, beberapa hari lalu. Rambut berombaknya masih terlihat acak-acakan, belum dicukur, kumis tipis masih tetap dia pelihara, kulitnya masih tetap coklat kehitaman, dia masih bisa tetap tersenyum meski tuduhan korupsi APBD Bombana sebesar Rp 7,5 miliar dialamatkan padanya.
Empat orang penjenguk Haekal, itu tidak datang dengan tangan kosong. Mereka membawa oleh-oleh koran lokal Sultra. Dari celah pintu yang terbuka, pria kelahiran 2 Januari 1986 itu terlihat serius memelototi setiap halaman Kendari Pos. Berkali-kali ia membuka lembar demi lembar halaman, entah apa yang dicarinya.
Saat itu, Haekal terlihat duduk membelakangi jendela. Empat orang tersebut terlihat membagi diri. Dua orang duduk di sisi kiri Haekal juga dengan posisi membelakangi jendela. Satu orang berdiri agak jauh. Satu orang sisanya yang bertubuh tambun berdiri tepat di hadapan Haekal, sambil berbicara. Di depannya tampak sebuah map yang diletakkan di meja.
Pembicaraan lima orang tersebut kemudian terlihat sedikit lebih serius. Meski tidak bisa menguping apa yang dibicarakannya karena kondisi pintu yang dirapatkan (meski kadang terbuka karena ada penjaga keluar masuk), tapi dari gurat muka Haekal, sepertinya pembicaraan itu serius, karena Haekal tampak menatap ke arah pria bertubuh tambun itu yang sedang komat-kamit memberikan wejangan.
Wajar saja Haekal diberi wejangan. Empat orang tersebut, ternyata tim pengacara Haekal. Itulah yang tercatat di buku kunjungan. Nama pria yang mengisi buku tamu itu Bhisma W, SH. Pada kolom pekerjaan dia mengisi dengan advokat, yang akan dikunjungi adalah Haekal, dan tujuannya adalah advokasi.
Sejak pukul 09.40 hingga 10.35, empat orang tersebut masih bersama-sama dengan Haekal di dalam ruangan. Sampai saat itu, tidak ada tamu lain bagi pria kelahiran Ujung Pandang itu.
Salah seorang petugas jaga lainnya di Rutan, yang tidak ingin namanya di korankan, mengatakan, saat pertama kali menjadi anggota komunitas Rutan di blok D nomor 1, Haekal, tampak sangat ’’pemalu’’ ia tidak pernah keluar dari dalam selnya. Meski penghuni lain mencari aktivitas sekedar untuk mengeluarkan keringat dan bersosialisasi, Haekal tak mau keluar sel. ’’Mungkin dia masih malu,’’ katanya.
Pada hari pertama, ujar petugas jaga itu, Haekal sebenarnya sempat akan dijenguk oleh ibunya. Tapi tidak diperbolehkan dengan petugas karena ibunya datang malam hari, melewati jam jenguk. ’’Ibunya datang ramai-ramai. Semuanya ada empat mobil, ada juga orang Cina yang datang. Karena datang malam, kita bilang besok saja. Tapi itupun khusus ibunya saja, karena orang lain kita tidak perkenankan sesuai perintah dari Kejaksaan, bahwa Haekal, hanya boleh dijenguk keluarganya saja,’’ terangnya. Dari keterangan orang itu juga, ternyata Haekal belum pernah dijenguk ayahnya.
Dari data diperoleh di Rutan, anggota DPRD Sultra, Hasan Mbou, ternyata sudah menjenguk Haekal pada hari Jumat (7/8). Ketua Partai Patriot (partai yang menjadi kendaraan Haekal melaju jadi anggota legislatif di Bombana, red) itu datang bersama delapan pengikutnya. Hal itu terbukti dari surat izin mengunjungi tahanan bernomor B-04/R.3.5/Fd.1/08/2009 yang diteken asisten tindak pidana khusus Kejati Sultra, Tumpak Simanjuntak, SH.
’’Hari jumat sebenarnya tidak ada jam besuk. Tapi karena dia membawa surat perintah dari kejaksaan, jadi kita penuhi,’’ ungkapnya.
Sampai mendekati tengah hari, hanya Haekal, yang kedatangan tamu. Sedangkan tetangga selnya, JP sama sekali tidak ada. Tapi berdasar keterangan petugas jaga, JP memang menolak untuk bertemu pembesuk selain keluarganya. ’’Katanya untuk hilangkan stress,’’ bebernya. di Rutan, JP menempati blok D kamar nomor 2, tepat bersebelahan dengan kamar Haekal.
JP, hanya mau bertemu dengan istri dan anaknya. Apalagi dengan kondisi yang sudah tidak lagi muda, JP harus bisa menahan tekanan mental atas penahanannya. Kebetulan dua orang anaknya berprofesi sebagai dokter. Jadi sambil berkunjung dua anaknya tersebut rutin mengukur tensi darah JP. ’’Pak JP rutin di tensi darahnya, oleh anaknya,’’ tukasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Entri Populer