Selasa, 11 Mei 2010

Kasus Korupsi Bupati Bombana Diungkit Maning

*Kejaksaan Dinilai 'Masuk Angin'

Rumbia, Kepres-Kasus dugaan korupsi APBD Bombana 2007/2008 senilai Rp 7,6 miliar yang diduga melibatkan Bupati Bombana Atikurahman masih menjadi perhatian sejumlah elemen masyarakat di Sulawesi Tenggara.

Bukan hanya GNPK yang menyuarakan sejumlah kasus dugaan korupsi di lingkup Pemprov Sultra, namun Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (ALMAK) Sultra, juga ternyata fokus dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan penguasa daerah penghasil emas itu.

Koordinator ALMAK Sultra, Alhalik, menilai, ada kejanggalan dalam proses pengusutan dugaan korupsi Bupati Bombana. Bukan hanya lamban, namun dimata Alhalik, Kejaksaan Tinggi malah terkesan tidak serius mengusut tuntas kasus tersebut.

"Alasan belum ada ijin pemeriksaan dari Presiden saya kira itu hanya celoteh belaka. Sebagai penegak hukum yang paham aturan, saya yakin mereka (jaksa, red) tau bahwa sebenarnya penyidik mempunyai hak untuk melanjutkan penyelidikan terhadap kasus Bupati Bombana," ketus Alhalik kepada koran ini, Sabtu (8/5).

Alhalik menjelaskan, memang dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, ada klausul aturan mengenai penyelidikan terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah, yakni pasal 36 ayat (1) disebutkan bahwa tindakan penyelidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah ada persetujuan tertulis dari presiden atas permintaan penyidik.

Hanya saja, lanjut dia, pada ayat (2) pasal yang sama dijelaskan bahwa dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak diberikan oleh presiden dalam jangka waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak diterbitkannya permohonan, proses pemeriksaan memungkinkan untuk dilakukan.

"Aturan ini terkesan sengaja diindahkan oleh Kejaksaan Tinggi Sultra sebagai pihak yang menangani kasus tersebut. Padahal, kalau kita betul-betul mau bekerja sesuai aturan, kejaksaan tidak harus terus menerus menunggu ijin presiden. Jangan nanti satu tahun keluar ijin presiden, satu tahun juga baru mau berbuat. Permohonan ijin ke presiden saya kira sudah lama, sudah lewat 60 hari. Harusnya kejaksaan sudah melakukan pemeriksaan," papar Alhalik.

Karena itu, Alhalik mendesak kepada Kejaksaan Tinggi Sultra untuk memeriksa Bupati Bombana yang statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juli 2009 lalu.

Bagi dia, tidak ada alasan lagi bagi Kejaksaan Tinggi untuk tidak menuntaskan kasus tersebut. Kalaupun pada akhirnya kejaksaan tidak juga melakukannya, berarti kata Alhalik, kejaksaan sudah 'masuk angin'. Dan hal itu akan menodai semangat penegakan supremasi hukum di negeri ini yang selalu dikampanyekan Presiden SBY.

Sebenarnya, lanjut Alhalik, indikasi masuk angin di Kejati terkait kasus ini telah tercium sejak jauh hari sebelumya, sejak Atikurahman ditetapkan sebagai tersangka namun tidak dilakukan penahanan.

"Semestinya, pada waktu itu kejaksaan langsung menahan tersangka. Tapi itu tidak dilakukan. Entahlah, kami juga tidak mengerti dengan mental penegak hukum kita sekarang ini. Padahal kan, penahanan terhadap tersangka dalam sebuah kasus, apalagi kasus korupsi, harus dilakukan. Memang sebagai kepala daerah, Atikurahman tidak mungkin melarikan diri. Tapi kan besar kemungkinan beliau (Atikurahman) bisa mengulangi perbuatannya atau menghilangkan barang bukti. Karena itu kejaksaan semestinya melakukan penahanan," tohok Alhalik.

Senada dengan Alhalik, Alasman Mpesau melihat, ada yang tidak beres dengan kejaksaan dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan bupati Bombana. Mantan Sekjend Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum (AMPUH) Sultra ini mencurigai telah terjadi deal-deal antara penegak hukum dengan tersangka. "Patut kita curigai, karena memang realitasnya mengisyaratkan seperti itu," katanya.

Pada kesempatan itu, alumni Fakultas Hukum Unhalu ini juga menyayangkan sikap Kejaksaan Tinggi yang terkesan berlindung di balik nama presiden. "Sedikit-sedikit karena belum ada ijin dari presiden, padahal kan tidak selamanya harus menunggu ijin presiden. Ada batas waktu menunggu ijin," terangnya.

Karena itu, Alasman meminta agar Kejaksaan tidak terus menerus berlindung dibalik nama Presiden, seolah-olah kasus tersebut mandek ditangan SBY. "Padahal kan tidak," cetus Alasman. Kejaksaan harus menunjukan wibawanya di mata publik, jangan giring masyarakat untuk tidak percaya lagi dengan penegak hukum," cetusnya.

Selain itu, Alasman juga menyayangkan sikap DPRD Bombana yang terkesan tidak menjadikan persoalan ini sebagai sesuatu yang urgen. Sebagai wakil rakyat, kata dia DPRD Bombana semestinya mendorong masalah ini agar kejaksaan serius menuntaskan kasus ini.

"Satu hal yang harus dipahami, sebagai wakil rakyat dan digaji dari uang rakyat Bombana, DPRD Bombana semestinya bekerja untuk kepentingan masyarakat Bombana, jangan hanya mementingkan kepentingan pribadi, jangan hanya mempersoalkan kenapa eksekutif tidak menganggarkan mobil dinas dewan. Tapi yang terpenting, bagaimana agar penanganan kasus-kasus korupsi di Bombana dapat berjalan dengan baik, khususnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan orang nomor satu di Bombana ini," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Entri Populer